Sunday, January 8, 2017

Being a Plus-Size Women: Romusa isn't Trending Anymore!

Pernah dengar istilah 'romusa'?

Kalau kalian jawab 'kerja paksa di zaman penjajahan Jepang', well great! Karena kalian masih ingat pelajaran sejarah. Tapi Romusa yg gue maksud bukan itu.

Istilah Romusa yang gue acu kali ini muncul dari cerita salah satu dosen gue yang mengunjungi salah satu daerah di Papua. Salah seorang penduduk lokal yang berinteraksi dengan dosen gue menyebutkan istilah tersebut setelah seakan-akan melihat kebingungan di wajah dosen gue karena penduduk di tanah Papua punya wajah yang mirip-mirip. Romusa yang dimaksud adalah adalah kependekan dari 'Rombongan Muka Sama'.

Istilah itu selalu gue ingat karena berkesan banget! Dan setelah dipikirkan lagi, even di Jakarta yang  orang-orangnya sudah lebih diverse, Romusa masih bisa kita temukan loh!

Dimana?

Coba saat kalian bermain ke pusat perbelanjaan di Jakarta (atau kota-kota besar lainnya) perhatikan para wanita muda yang ada di sana dan coba cari sejumlah persamaannya. Selama ini gue melihat bahwa sebagian besar wanita muda di mall punya penampilan yang serupa: rambut panjang dan ikal di bagian bawah, wearing make up, pakai baju yang modelnya serupa, dan punya cara jalan yang mirip-mirip. Atau yang paling mudah, coba kunjungi akun-akun yang menampilkan cewek-cewek yang dinilai cantik dari suatu Universitas, most of them have similar characteristics, baik dari cara foto maupun dari penampilannya.

Buat gue, itulah Romusa di Jakarta.

There's a possibility serupanya penampilan para wanita muda di Jakarta disebabkan oleh adanya stereotype tentang 'wanita cantik'. Dalam berbagai kesempatan, para pria yang gue kenal punya preferensi untuk menyebut wanita yang punya tubuh langsing, rambut panjang, dan kulit putih (atau mungkin lebih tepatnya terawat kali yaa) sebagai sosok makhluk yang cantik. Karena stereotype itulah banyak wanita yang kita lihat di mall atau media sosial punya gaya yang serupa....agar bisa masuk atau memenuhi pandangan masyarakat tentang 'cantik'.

nothing wrong about it. Sudah hakikat dasar manusia untuk menyesuaikan diri, baik dari segi fisik maupun lainnya, agar dapat masuk dan diterima dalam suatu kelompok masyarakat. Simply because nobody wants to end up alone, right?! Nah, tapi jangan sampai kita lupa bahwa 'cantik itu relatif'!

Setiap individu punya pandangan tersendiri tentang kecantikan: ada yang punya preferensi wanita berkulit sawo matang-lah yang menarik, ada juga yang lebih suka wanita dengan tubuh berisi, atau ada juga yang lebih suka wanita yang terkesan tomboy...mungkin pandangan itu kalah populer dengan apa yang kita sering dengar tentang karakteristik wanita cantik, tapi percayalah....'cantik' itu sifatnya benar-benar relatif, tergantung preferensi masing-masing orang.

Mempercayai bahwa 'cantik itu relatif' adalah hal yang penting....penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri kita agar be ourselves instead of someone else. Jangan langsung minder ketika kita tidak memiliki tubuh layaknya Kendall Jenner atau Gigi Hadid yang kini menjadi referensi untuk 'wanita cantik', simply because we're not them and they are not us!

Seperti yang sering gue singgung di blog ini, menjadi percaya diri atau nyaman menjadi diri sendiri adalah hal paling utama untuk bisa bertahan di masyarakat yang serba melihat penampilan fisik. Rasa PD itu nantinya akan terpancar dari diri kita dan jadi magnet tersendiri bagi orang-orang untuk menjadi teman atau mungkin pasangan hidup kita di masa depan. Bahkan, dengan memiliki penampilan yang berbeda dari stereotype 'wanita cantik' dapat membantu kita mengetahui mana orang-orang yang tulus berteman dengan kita dan mana yang berteman hanya karena penampilan fisik saja loooh :p

Im writing this just to remind you this: semua wanita itu cantik, dan your life is worth more than what society think about 'being beautiful'. It's time to embrace your own definition of 'beautiful' and show it to the world!

So, masih mau jadi Romusa atau be your own kind of beautiful? ;)

Sunday, January 1, 2017

Not His Story: What 2016 Had Done to (and Taught) Me!

Happy New Year 2017! 
Alhamdulillah masih diberikan kesempataan untuk bernafas sama Tuhan hingga dapat merayakan pergantian tahun lagi kali ini. How's your new year eve? I spent my night with my big family and i couldn't ask for more. Semoga saja tahun 2017 lebih baik dari sebelumnya, Aamiin.

Tahun 2016 telah banyak memberikan kenangan dan pelajaran yang menarik sekaligus penting untuk kehidupan gue, mulai dari ngurusin skripsi, mencari kerja, jalan-jalan bersama orang-orang yang gue sayang, sampai akhirnya ditutup dengan pengalaman menjadi seorang anak magang di salah satu perusahaan yang terbilang cukup besar di Indonesia. Bisa dibilang, tahun 2016 membuat hidup gue lebih dinamis. Setelah beberapa hari kemarin  menyempatkan diri untuk merefleksikan hidup di satu tahun belakangan ini, gue menemukan ada beberapa aspek dalam kehidupan gue yang 'diotak-atik' oleh tahun 2016 dan menghasilkan pelajaran penting as my guidance to survive in 2017. And I guess it's time for me to share what 2016 had done (and taught) to you...siapa tahu bisa jadi pembelajaran juga ;) Here we go!

1. On Health
2016 bisa dibilang tahun pengujian akan kesehatan gue. Setelah beribu-ribu tahun gue gak menggunakan inhaler untuk mengatasi asma, tahun ini rekor itu pecah lewat beberapa kali serangan asma di tahun 2016. Bagi yang mengikuti gue di media sosial, pasti tahu bahwa gue cukup sering menghabiskan waktu di gym (meskipun gak rutin). Logika sederhananya sih, kalau sering berolahraga penyakit asma harusnya bisa teratasi. Tetapi kenyataan menunjukkan hal sebaliknya. Selain asma, di akhir tahun 2016 gue harus menghadapi demam tifoid dan flu berat yang membuat gue gak konsen kerja dan merasa cepet banget capek.

Awalnya gue berfikir ini karena gue kurang olah raga, kurang gerak. Tapi setelah difikirkan lagi, setiap gue sakit, baik asma, tifus, ataupn flu, gue pasti sedang ada dalam kondisi banyak pikiran.At that point, i learn about the importance of balancing mind and body. Pikiran kita itu sangatlah kuat. Ketika pikiran-pikiran negatif mendominasi, tubuh kita juga akan terpengaruh oleh hal tersebut. Akhirnya jadi lebih rentan untuk terkena penyakit dan mengganggu produktifitas kita. Meskipun sudah rajin olah raga, menjaga makan, atau minum vitamin, tubuh kita akan tetap rentan kalau pikiran kita tidak dijaga untuk stay positive. I understand how hard it is to manage the positive mind, tapi hasil gak akan menghianati prosesnya.

Belajar dari apa yang tahun 2016 lakukan pada kesehatan gue, I want to pay more attention on my health this year by live with positive mind to make a positive body in 2017. Semoga saja serangan-serangan asmara di tahun 2017 ini tidak terjadi seheboh tahun lalu.

2. On Being Confident
Bisa dibilang, tahun 2016 banyak mengajarkan gue seputar how to love my body even thought I don't have Kendall Jenner's body. Gue semakin paham bahwa tubuh dengan bentuk dan ukuran apapun itu bukanlah penghalang untuk menjadi sosok yang percaya diri. Gue banyak belajar lebih banyak tentang hal tersebut di tahun 2016 setelah berbincang langsung dengan tiga orang plus-size influencers yang gue ikutin di media sosial; Irene Tanudibroto, Annissa Mawinda, dan Aditira, untuk skripsi gue. Selain dari ketiga sosok inspiratif (dan stylish!) tersebut, gue juga banyak belajar dari sesama plus-size yang gue kenal lewat Instagram setelah gue sering menulis seputar life as plus-size women in Indonesia di blog dan mengunggah foto-foto OOTD di Instagram.

Meski merasa lebih PD tentang tubuh, gue menyadari bahwa tingkat kepercayaan diri gue masih harus lebih ditingkatkan dalam lingkup pekerjaan. Gue merasa masih kurang PD untuk mengungkapkan pendapat ataupun ide-ide dalam pekerjaan. Asumsi gue karena masih belum terbiasa dengan dunia kerja.

In 2017, I would like to maintain my confidence level and also bring it to another level, which is the professional one. Hopefully, it could help me to excel my role in professional environment, Aamiin.

3. On Expanding My Network
Sejak awal tahun 2016, gue diberikan Tuhan banyak kesempatan untuk bisa mengenal orang-orang hebat lewat berbagai event. Misalnya saja di akhir Januari, gue berkenalan dengan sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia yang mendapat undangan untuk ikut dalam acara Asean Career Fair with Japan di Singapura. Lalu gue bisa sharing dengan para plus-size influencers seperti Irene, Annissa, Tira, Intan Kemala Sari, dan mbak Ririe Bogar, baik secara langsung maupun secara online. Gue juga bisa berkenalan dengan sesama plus-size dan akhirnya jadi teman baik. Selain itu, gue berkesempatan untuk masuk ke tahap 'Assessment Center' untuk Unilever Future Leader Program (MT-nya Unilever) dan berkenalan dengan sejumlah kandidat yang keren-keren dari segi experiences-nya. Gak hanya itu, di penghujung tahun 2016, gue berkesempatan merasakan magang sampai bulan Mei mendatang di Unilever. Tentunya kesempatan itu memberikan akses untuk gue to expand my network lewat bekerja dengan orang-orang hebat di divisi Human Resource. 

Di tahun 2016 ini, gue berusaha untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan (meskipun ada sih satu hal yang gue sia-siakan dan menimbulkan penyesalan mendalam) untuk bisa menambah networking dan belajar dari pengalaman mereka. Harapannya, di tahun 2017 gue bisa menambah network gue dan belajar lebih banyak lagi dari orang-orang hebat lainnya to help me achieve my dream.

4. On Chasing My Dream
Di akhir tahun 2016, gue menyadari there's million way to make my dream come true, as long as you don't stop exploring things. Saat lulus kuliah, gue langsung mendaftar di sejumlah perusahaan media supaya keinginan gue menjadi seorang reporter yang could produce inspiring articles bisa terwujud. Namun sayang, sepertinya Tuhan belum mengizinkan gue untuk bekerja di perusahaan media saat ini.

Awalnya gue sedih, namun gue menyadari bahwa bekal gue untuk menjadi seorang jurnalis masih terbatas, dan kesempatan untuk magang di Unilever yang gue jalani saat ini sebenarnya menjadi cara Tuhan untuk menunjukkan bahwa I can be a journalist through another way. Di Unilever posisi gue memang gak ada sangkut pautnya dengan media, tapi gue bisa belajar banyak dari sejumlah pekerjaan yang telah, sedang, dan akan gue lakukan selama program magang sebagai bekal menjadi seorang jurnalis yang baik di masa yang akan datang.

Hopefully, I can learn a lot from my current position and make my dream comes true this year. I also hope to still got a chance to explore more doors to another great opportunity that will be useful for my life, personal and professional. Aamiin.


Tahun 2016 telah memberikan gue setidaknya empat pelajaran berharga yang menjadi bekal hidup gue di tahun 2017. Thank you for all ups and downs, for all laugh and tears, for everything my dear 2016. Let's start 2017 by saying Bismillah!

See you on the next post!