Monday, May 12, 2014

Not His Story: Time to Admit and Stop Blaming

Tidak sedikit dari kita yang terus berusaha memberikan yang terbaik...bagi diri kita sendiri atau bahkan untuk orang lain yang kita ingin bahagiakan...teman, pacar, orang tua, bos, atau sekedar orang-orang yang kita inginkan untuk melihat diri kita 'lebih' dari apa yang ada. Siapa yang tidak mau dipandang berharga, special, istimewa oleh orang lain yang berinteraksi dengan kita? Untuk mewujudkannya, kita melakukan berbagai kegiatan yang dapat mendekatkan diri kita pada goal tersebut. Merupakan hal yang pasti dalam proses meraih tujuan, kita akan di hadapkan pada kondisi yang tidak terduga dan dapat membawa kita kepada kegagalan, atau setidaknya menghambat waktu yang kita telah targetkan untuk meraih goal. Jika hambatan tersebut berhasil dilalui dan kita dapat mencapai goal yang telah dirancang sebelumnya, pastinya kita akan mengakui bahwa hambatan tersebut hanyalah pemanis dalam proses mencapai tujuan akhir. Lalu, bagaimana jika hambatan itu mengantar kita pada kegagalan 100%?

Jawabannya adalah: Akui!

Sebagian dari kita pasti akan dengan cepat mengakui bahwa kegagalan tersebut adalah hasil akhir dari kesalahan pribadi. Namun tak lama dari itu, kita akan segera mencari faktor-faktor pendukung lainnya. Alasannya, kita tidak mau menjadi salah seorang diri...harus ada faktor lain yang menyebabkan kita melakukan kesalahan tersebut.

Coba di renungkan lain kalimat terakhir yang saya tulis....

Kalau kalimat tersebut membuat kalian mengangguk, well...we're in the same way! Saya pribadi mengakui sering kali berupaya mencari faktor-faktor lain penyebab kegagalan, bahkan cenderung berkali-kali menyalahkan orang lain, secara langsung maupun tidak. Kemudian saya menganggap hal tersebut cukup lumrah di masyarakat, siapa yang mau hidup sendiri? Siapa yang mau disalahkan sendirian? Kalau bukan menyalahkan orang lain, seringkali kita menyalahkan situasi. Hal tersebut tidak hanya saya alami sendiri, berbagai cerita dari orang-orang terdekat memberanikan saya memberikan kesimpulan tersebut. 

Jika kita sudah berani mengakui, tahap kedua yang harus dilakukan adalah Stop Blaming!

Baik itu menyalahkan orang lain, kondisi, atau bahkan diri sendiri. Alasannya sederhana, dengan menyalahkan tidak akan memberikan 'kelonggaran' atas kesalahan atau kegagalan yang telah kita alami. 

Lalu, apa yang harus kita lakukan?

Mengakui kesalahan/kekalahan/kegagalan adalah awal yang baik untuk memperbaiki diri. Salah jika orang menganggap pengakuan tersebut adalah bentuk kelemahan. Kita terlalu sering terbawa kepercayaan bahwa mengakui kesalahan/kegagalan adalah pertanda bahwa diri kita lemah. Kalaupun memang itu adanya, lalu apa yang salah dengan menjadi lemah? Orang terkuat di dunia pun pasti memiliki masa-masa menjadi lemah dan itu adalah satu paket yang tidak bisa dipisahkan (setiap paradoks di dunia ada untuk saling melengkapi, bukan?). Setelah mengakui kekalahan, berhentilah menyalahkan apapun dan siapapun, karena memang tidak ada yang salah. Ingatkan diri kita bahwa kegagalan/kesalahan adalah awal yang baik untuk memulai kembali dan memperbaiki diri. Percayalah bahwa setiap orang, bahkan idola kita, pernah melakukan kesalahan untuk sampai di titik kesuksesannya dan mereka dapat berhasil karena menjadikan kegagalan yang mereka alami sebagai jalan untuk meraih kesuksesan yang mereka miliki saat ini. 

Jika mengalami kesulitan untuk move on dari kegagalan yang telah terjadi, do simple thing seperti menuliskan kata-kata yang dapat mengingatkan kita untuk maju meninggalkan kesalahan tersebut. Put it on the place that you can see every time. Selama memiliki keinginan untuk berubah, sekecil apapun itu, pasti akan berbuah manis jika dilakukan. 

Semoga tulisan singkat ini bisa jadi pengingat sekaligus penyemangat buat pembacanya :) and also as my own reminder :)

No comments:

Post a Comment