Sunday, April 16, 2017

Being A Plus-Size Women: What Hold You Back?

'Diet_sehatlangsing started following you'
'dr_peninggi_pelangsing_no_1 started following you'
'solusiperutbun.cit started following you '

Bagi pengguna instagram, pasti pernah beberapa kali mendapat notification bahwa akun kita diikuti oleh akun-akun yang menawarkan produk pelangsing atau jasa konsultasi untuk mendapat tubuh yang lebih kurus. Sering menggunakan hashtag #plussizeindonesia atau #plussize dan mengunggah foto-foto diri sendiri rasanya merupakan alasan dari akun-akun tersebut mengikuti gue di Instagram. Probably because i have big body, they see me as  a potential customer. Atau dalam kata lain, they became my followers because they have the stereotype that girls like me, who have big body, want to have skinnier body. Annoying? Kind of, tapi kondisi tersebut gak bisa dipungkiri karena yaaa pada dasarnya mereka sedang berusaha mencari sesuap nasi dan segenggam berlian dengan memanfaatkan stereotype yang ada pada para pengguna instagram.

one of my favorite photo-shoot session on ANTM when they talked about how stereotype 'eat' them all.

Bicara tentang stereotype, begitu menarik ketika gue sadar bahwa hidup kita gak bisa lepas dari stereotype itu sendiri, baik yang melekat pada diri kita maupun yang kita lekatkan pada diri orang lain. Sebelum membahas lebih lanjut, i think it's important to understand what's stereotype.



Pada dasarnya, stereotype itu adalah keyakinan yang bersifat general atas sekelompok orang tertentu. Keyakinan tersebut munculnya dari mana? Biasanya keyakinan atas suatu kelompok itu muncul dari pengalaman yang ada dan tentunya tidak muncul in one night. Stereotype sendiri sebenarnya ada untuk mempermudah kategorisasi kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Meski keberadaannya (sebenarnya) hanya ditujukan untuk mempermudah kategorisasi, seringkali stereotype digunakan untuk memberikan judgement bernada negatif atas anggota kelompok masyarakat tertentu yang  kemudian mempengaruhi keputusan maupun tindakan seseorang. Pernah menyaksikan film Legally Blonde? Sosok Elle Woods yang memiliki rambut pirang sempat tidak dipercaya dapat menjadi seorang pengacara yang handal (bahkan sempat tidak diyakini dapat lulus berkuliah dibidang hukum) karena masih banyak orang memegang teguh stereotype tentang wanita blonde = stupid. 

Salah jika kita beranggapan bahwa stereotype itu selalu memiliki 'nada' negatif. Pandangan-pandangan seperti 'orang Batak itu punya suara yang indah' atau  'orang Cina jago berhitung' adalah contoh bahwa Stereotype tidak selalu bersifat negatif.

Sebenarnya sudah cukup lama gue belajar tentang stereotype, dimulai saat kuliah beberapa tahun yang lalu. Mata kuliah 'Hubungan Antar Suku Bangsa' merupakan alasan gue mempelajari seputar stereotype yang ada di masyarakat at the beginning. Ketertarikan itu kemudian muncul kembali setelah gue mengikuti sebuah sesi seminar yang diadakan di kantor, bertemakan un-stereotyping. Di seminar yang berlangsung sekitar 2 jam tersebut, gue mendengar cerita-cerita menarik dari sejumlah inspiring people di kantor tentang bagaimana stereotype yang melekat pada diri mereka berpotensi untuk membatasi perkembangan karir but then, they beat it and make them who they are right now.

There's one important lesson that I've learned from the session: Stereotype yang diberikan orang lain terhadap kita memang bisa berbahaya; membatasi diri kita dalam mendapat kesempatan untuk maju. Namun yang lebih berbahaya lagi adalah ketika diri kita-lah memberikan stereotype terhadap diri sendiri atau meyakini bahwa stereotype tentang kita adalah suatu kebenaran (or then, I called it self-stereotype).

Ya, stereotype dari dan untuk diri kita sendiri jauh lebih berbahaya karena punya kemampuan membatasi yang lebih hebat dari stereotype yang diberikan oleh orang lain untuk kita. Salah seorang teman di kantor pernah berbagi cerita tentang dirinya dan bagaimana self-stereotype yang melekat padanya membatasi aktivitasnya. Teman gue ini adalah seorang laki-laki bertubuh besar yang sejak jaman sekolah dulu, tidak pernah dipercayai untuk berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, seperti sepak bola, karena ukuran tubuhnya tersebut. Akhirnya hingga saat ini, dirinya terbilang enggan untuk berolahraga. Setiap diajak untuk nge-gym bareng he will find a lot of reason to not to. 

Cerita lain datang dari diri gue sendiri. Few years ago, i believed that I'm not beautiful because of my body size. Dan karena keyakinan tersebut, gue jadi kurang percaya diri untuk tampil di hadapan umum, kurang menyukai berada di keramaian, dan selalu merasa insecure ketika harus maju.

Coba kita renungkan kembali, apa yang sebenarnya menghalangi kemajuan dalam kehidupan kita. Mungkin bukan orang lain, atau faktor eksternal lainnya, tetapi keyakinan yang ada di dalam diri kita sendiri. Bisa jadi self-stereotype lah yang membatasi kita untuk maju.

It is true that stereotype could affect our productivity, our decision, and our life. Dalam konteks tubuh misalnya, stereotype yang melekat pada pemilik tubuh besar dapat membatasi produktifitas diri karena merasa dirinya tidak dapat beraktivitas secara leluasa karena ukuran tubuh. Stereotype yang melekat pada wanita bertubuh diluar ukuran 'normal' bahwa dirinya tidak cantik dapat membatasi kepercayaan diri untuk berkembang. It's kinda scary to know that our believe, our thought, our self-stereotype is the reason behind our failure.

How to end that?

Sejumlah tips untuk bisa hidup berjarak dengan self-stereotype yang dapat membatasi diri kita gue peroleh dari seminar tersebut. I won't share all of them, but I'll share some that more related with the issue

  1. Look for the positive: Menurut gue, ini adalah salah satu kunci utama untuk bisa terlepas dari belengu self-stereotype. 'Tantang' pikiran kita, keyakinan kita dengan hal-hal yang positif. Ada baiknya didukung juga dengan lingkungan yang positif juga. Kalau dalam konteks body image, cara termudah untuk menambahkan dosis positif dalam hidup kita adalah mengikuti akun-akun instagram atau baca tulisan dari para penggiat body positive movement. If you need references, feel free to contact me :)
  2. Stop judging yourself: Seringkali kita dengan mudah men-judge kemampuan diri kita dan berkata 'Gue Gak Bisa' sebelum actually do things. Misalnya saat lagi olah raga, ketika diminta untuk lompat jauh, kita langsung bilang 'Duh pak, gak bisa! Kan badan saya besar' instead of saying 'Pak, saya belum bisa. Boleh latihan dulu gak pak?'. Percayalah bahwa lewat mengganti kata-kata yang kita gunakan dapat berpengaruh pada bagaimana kita berfikir dan bertindak. Start to say 'belum bisa' and try, instead of saying (or judging) 'gak bisa' and end up not trying.
  3. Focus on your own life/Create your own goal: dari pada selalu berfikir negatif atau terus menerus meyakini stereotype negatif tentang diri kita, coba alihkan pikiran untuk fokus dalam mencapai cita-cita kita. Ambil secarik kertas, tuliskan apa cita-cita atau keinginan kamu dalam hidup. Then, fikirkan gimana caranya untuk bisa mewujudkan cita-cita itu. Focus on your own goal, nantinya kita bisa perlahan-lahan membuktikan pada diri sendiri bahwa stereotype yang melekat pada kita belum tentu benar atau bisa menjadi katalisator untuk menjadi sosok yang kita inginkan in the future. 
  4. Remember how it feels: Mengingat betapa tidak bahagianya kita terbelenggu oleh self-stereotype bisa menjadi pecut yang cukup efektif. But remember, jangan biarkan diri kita tenggelam ketika mengenang perasaan tersebut.
Perlu diingat bahwa untuk bisa benar-benar bebas dari belengu self-stereotype butuh proses dan tidak akan mudah. But it will be even harder when you never try. It's time to be more productive, to be more confident, and free yourself from self-stereotype! 

No comments:

Post a Comment