Monday, December 28, 2015

Crafty Mind: End of the Year Project! [And Printable Freebies!]





It's been a while since my last post! Sebetulnya rencananya kali ini mau berbagi cerita pas liburan singkat ke Malang akhir November yang lalu, tapi apa yang gue raih hari ini rasanya lebih seru untuk ditulis (dan lebih mutakhir :p) di blog ini.

Bagi yang follow instagram atau path atau snapchat gue, mungkin bisa tahu apa yang kiranya gue tulis kali ini. Tapi bagi yang emang gak follow *hiks*, yaaa sudahlah ku tumpahkan saja di sini deh.

Jadi begini para pembaca sekalian, i had a weekly planner for the year of 2014 that i bought on TYPO Singapore, during my vacation to that country. That planner helped me a lot during that year, especially to manage my life. Meski tampak depan planner itu 'gak gue banget' karena bergambar tengkorak dan isinya termasuk simpel, ukurannya yang ga menuh-menuhin tas jadi alasan kenapa planner ini jadi favorite gue selama tahun 2014. Di akhir tahun 2014, gue mencoba mencari planner serupa di toko yang sama lewat situs resmi mereka, tapi gak ada. Akhirnya gue pasrah dan memilih untuk mencetak sejumlah free printable planner dari Pinterest.com. Sekitar satu bulan yang lalu, gue teringat bahwa gue butuh sebuah planner untuk mempersiapkan tahun 2016 mendatang, karena diperkirakan gue harus tau kapan deadline skripsi dan kapan harus ketemu informan untuk wawancara dan observasi. Bagi sebagian orang mungkin akan mempertanyakan kenapa gue gak menggunakan applikasi kalendar yang ada di smartphone gue. Jawabannya sederhana: cool note book and planner are my biggest weakness! So, gue mencoba kembali mencari di situs resmi TYPO untuk melihat planner yang ditawarkan. Berhubung gue belum paham tentang pembayaran online ke negara asing dan karena belum punya kartu kredit juga, maka dari itu gue cari sejumlah online shop yang membuka pre-order untuk produk-produk TYPO yang ada di Malaysia dan Singapore. SEDIHNYA adalah, harga planner yang ditawarkan, menurut gue, over budget. Bayangkan aja, satu planner seharga Rp 250.000,- dan belum termasuk ongkos kirim. Meski gue percaya bahwa isinya menarik, tapi agak nyesek aja gitu. Kemudian muncullah sebuah gagasan untuk mencetak sejumlah free printable planner yang ada di Pinterest.com untuk kemudian dibuat seperti planner pada umumnya.

Kendala yang muncul adalah, halaman-halaman planner yang gue temukan di situs itu kurang cocok di hati. Belum lagi akan bermasalah kalau gue mau menjual planner tersebut, mengingat halaman-halaman tersebut bukan gue yang merancang. Muncullah gagasan baru, yaitu membuat planner sendiri! Kebetulan gue sudah mulai terbiasa menggunakan Adobe Indesign, jadi untuk mendesign halaman-halaman buku akan lebih mudah. Di awal, gue merancang tiap halaman planner lengkap dengan bulan, tanggal, dan hari-hari libur nasional. Namun ditengah jalan gue berhitung tentang biaya cetak yang kira-kira bisa makan budget Rp 80.000-100.000 sendiri. Dengan perkiraan biaya yang sebesar itu, gue khawatir akan lebih memilih untuk membeli planner yang di jual dengan harga di bawah Rp 50.000 yang tersedia di toko buku maupun online shop. Gue galau, jujur aja galau banget....mending beli atau bikin sendiri. Gue menyampaikan keluh kesah itu ke sepupu gue, Dyah. Menurutnya, akan lebih menyenangkan kalau kita berhasil membuat sesuatu yang emang kita buat sendiri, and she believes that I can design the planner quite well. Akhirnya gue merombak design agar bisa sesuai dengan kondisi keuangan gue. Caranya? I made a black and white + no-date planner agar bisa di fotocopy dalam jumlah banyak (karena harga fotocopy JAUH lebih murah ketimbang nge-print hehehe).

Another barriers muncul ketika mulai masuk tahap foto-copy. Berhubung anaknya males keluar rumah belakangan ini, jadinya pergi ke tukang fotocopy deket rumah aja dengan harapan kualitasnya beda tipis sama di tempat percetakan langganan. Kesalahan utama ada di gue, karena gak nge-cek kualitas hasil fotocopy-an. Kesalahan lainnya gue rasa juga ada di si mbak-mbak fotocopy yang ga memastikan hasil copy-annya baik. Belum lagi dia motong agak asal-asalan, jadi ada beberapa bagian yang harusnya bisa diselamatkan, jadi terbuang sia-sia hhuhuhuhu. Untuk bagian planner-nya sendiri masih bisa gue akalin dengan cara menempelkan dua kertas hasil copy-an jadi satu supaya bagian depan dan belakang bisa digunakan. Tapi di bagian notes-nya gagal total gara-gara potong kertas yang asal-asalan huhuhuhu. Rasa malas pergi ke percetakan juga akhirnya mendorong gue harus kreatif dalam membuat cover depan dan belakang. Gue memutuskan untuk memanfaatkan karton manila berwarna putih dan dihias dengan sejumlah black dot yang dibuat dengan bantuan penggaris supaya hasilnya flawless. Alhamdulillah, hasil cover depan dan belakang memuaskan dan bikin seneng sendiri setiap ngeliatnya *yeuuu*. Demi mensukseskan my attempt to make my own 2016 planner, gue akhirnya pergi ke percetakan langganan untuk fotocopy dan laminating. Super duper bersyukur karena si mas-mas fotocopy lebih telaten dalam menduplikasi halaman planner gue, bahkan dia menawarkan untuk gue melihat percobaannya yang pertama.Setelah gue approve, di fotocopy-lah sejumlah halaman planner, kemudian di laminating juga cover yang DIY itu, dan terakhir di jilid dengan spiral. Hasilnya?


Front

Back

Karena ga ada hasil foto yg bagus, berikut cuplikan bagian dalamnya :p


I do love it! Dan sama sekali gak nyesel menyisihkan waktu di sela-sela ngetik UAS dan SOI buat skripsi demi buat planner sendiri. Well, gue kali ini mau iseng-iseng membagikan hasil karya gue secara cuma-cuma yang mungkin terlalu sederhana, tapi siapa tahu bermanfaat bagi yang mau buat planner sendiri atau mungkin mencari inspirasi untuk membuat design sendiri.

Penting untuk diketahui bahwa planner  ini ukurannya A5 dengan margin bagian dalam 15 mm (1.5 cm). Dengan ukuran margin tersebut, kalian bisa menjilidnya dengan spiral. Oh ya! Sengaja planner ini dibuat tanpa tanggal dan tahun, jadi kalian bisa pakai planner ini kapan saja, gak harus di awal tahun ini ;)

If you finally decide to use my design as your planner, please upload it on your social media (instagram or twitter) and tag me (@fkrnand on INSTAGRAM or @fikrianna on twitter). Also, you can use #summertreasureplanner as the tag ;)

Click to download all the stuff you need


You can download the planner and note pages here

You can download the cover pages here

Oh ya, font yang di gunakan dalam planner ini bukan buatan gue ya, i got all of them from some free font website :) Jadi, kalau ada yang mau menjual planner yang gue susun, silahkan cari para pembuat font yang bersangkutan untuk minta do'a restu ya (dan bagi-bagi rezeki) hehehe :p

Well, have a great last-week-on-2015!

Thursday, October 29, 2015

Being Plus-Size Woman: Let's Talk About Body Image!

Sudah lama kayaknya gue tidak mengisi blog ini dengan topik tentang tubuh, atau mungkin lebih tepatnya membahas tentang body image. Terakhir kali menulis seputar being plus size itu di awal bulan September, which is about a month ago!. Karena kebetulan kemarin banget gue baru mempresentasikan salah satu bahan kuliah tentang body image, sepertinya seru juga untuk dituliskan di blog, sekaligus mengisi kamis yang tanpa jadwal kuliah ini :p

Sebelum gue membaca salah satu bab di buku Cecil Helman yang berjudul Culture, Health and Illness, pemahaman gue tentang body image itu gak jauh dari hasil temuan di google: bentuk tubuh. Ya, sebelum ini gue mellihat body image itu adalah bentuk tubuh individu yang terlihat secara fisik. Isu-isu seputar plus size woman ya jadi salah satu bagian dari topik body image karena ada individu-individu yang punya bentuk tubuh yang besar dan berbeda dari kesan ideal body/beauty. Namun, setelah gue membaca bab ke dua dari buku tersebut, pemahaman gue tentang body image bertambah. Rupanya, body image itu sendiri memang terkait dengan bentuk tubuh tapi gak hanya sebatas bentuk tubuh fisik yang dapat dilihat dari luar (seperti bertubuh besar atau kecil, tinggi atau pendek, dsb). Body Image adalah bagaimana seorang individu melihat tubuhnya, baik secara penampakan luar, penampakan dalam tubuh beserta fungsinya. Cara manusia untuk melihat dan memahami tubuhnya itu gak bisa dilepaskan dari kebudayaan (termasuk didalamnya kepercayaan-kepercayaan di sekitar kita) dan our own experience. Body Image ini, kalau dalam salah satu bahasan antropologi medis, berkaitan dengan bagaimana si individu tersebut menyampaikan keluhan-keluhan yang ia rasakan pada tubuhnya kepada ahli kesehatan (dokter atau ahli kesehatan tradisional seperti dukun, shaman, etc). Menarik bukan?

Bahasan dari buku Cecil helman yang menarik perhatian gue adalah bagian tentang bentuk, ukuran, dan penampakan fisik manusia itu sendiri atau dalam bahasa sederhananya, penampakan luar dari tubuh manusia. Dalam subab berjudul Shape, size, clothing and the surface of the body, itu dijelaskan bagaimana tubuh (dan penggunaan pakaian+aksesoris) bisa jadi semacam media komunikasi tentang identitas individu. Kalau sempat membaca tulisan gue yang berjudul "....and I Decide to Take Care of My Body. How About You?", ada satu paragraf yang membahas bagaimana orang-orang kulit putih di Amerika memandang tubuh besar sebagai suatu hal yang buruk karena melambangkan keserakahan, rasa malas, dan kebodohan sehingga punya status yang rendah di masyarakat sedangkan orang-orang Afrika-Amerika malah menjadikan perempuan bertubuh besar itu punya posisi tinggi di dalam komunitasnya. Contoh tersebut menjadi gambaran bagaimana tubuh individu bisa jadi media komunikasi atas identitas sosial mereka. Gak hanya bentuk tubuh, pakaian yang digunakan juga dapat menjadi penunjuk identitas sosial seseorang. Di Jakarta aja deh, misalnya, gadis-gadis belia yang menggunakan pakaian terlalu ketat dengan rambut hasil rebonding seringkali disebut sebagai cabe-cabean dan dianggap punya posisi yang rendah di masyarakat. Melihat masyarakat yang beragam saat ini dan sebagian besar punya akses informasi yang lebih luas memiliki pandangan yang berbeda-beda ketika menentukan individu atau kelompok mana yang punya posisi tinggi atau rendah di masyarakat, baik untuk orang lain maupun untuk diri sendiri. 

Menurut gue, menjadikan tubuh sebagai alat komunikasi adalah hal yang menarik, misalnya saja untuk menyampaikan identitas kita kepada khalayak umum. Tantangannya adalah bagaimana kita (dan orang lain) menginterpretasikannya karena belum tentu apa yang kita maksud dapat dipahami oleh orang lain. Alasannya? ya sesederhana tidak semua orang punya pengetahuan dan latar belakang budaya yang sama. Misalnya saja kehadiran plus-size fashion dalam industri yang identik dengan pria dan wanita bertubuh kurus bisa interpretasi masyarakat sebagai sebuah media untuk menginspirasi wanita dan pria bertubuh besar dalam berpakaian atau meningkatkan rasa percaya diri. Di sisi lain, ada saja masyarakat yang melihat keberadaan wanita dan pria berukuran plus adalah suatu cara untuk membenarkan obesitas. Sifatnya yang relatif ini mengilhami gue untuk belajar lebih memahami orang lain, terutama dalam hal berpakaian dan bentuk tubuhnya. Sebelumnya, gue kerap merasa aneh, merasa ada hal yang salah ketika melihat sejumlah wanita bertubuh besar (mostly yang lebih besar dari gue) berupaya berpakaian mengikuti tren yang ada. Bagi gue saat itu, mereka 'salah jalan' dan terlihat tidak sesuai dengan pandangan masyarakat pada umumnya. Namun, saat ini gue mulai paham bahwa mereka hanya ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa mereka juga bisa berpakaian modis dan punya rasa percaya diri layaknya wanita atau pria dengan tubuh ideal, baik mereka sadari atau tidak. 

Lewat upaya untuk memahami bagaimana masyarakat melihat diri mereka sendiri sebenarnya bisa mengurangi semakin berkembangnya body shaming, baik secara online maupun di dunia nyata. Secara lebih luas, dengan berupaya memahami dan menghargai kebudayaan orang lain sebenarnya jadi kunci untuk bisa hidup berdampingan di masyarakat yang beragam ini. 

Pembahasan tentang body image dalam dunia antropologi sendiri, buat gue, menjadi semacam pembuktian bahwa ketika lo belajar antropologi, banyak hal yang bisa dikaji dan gak hanya sekedar mempelajari hal-hal yang dianggap 'tradisional'. Dan yang paling terpenting, lewat belajar antropologi selama kurang lebih 3.5 tahun belakangan ini, membuat gue belajar untuk bisa lebih memahami dan menghargai pandangan orang lain. *edisi promosi jurusan :p*

Well, gue rasa itu aja yang mau gue sampaikan dalam postingan kali ini. Feel free to leave your comment about this topic! Gue sangat suka dan menghargai banget kalau ada yang menuliskan pendapatnya dan jadi diskusi hehehe :)

Have a great week, people!



Saturday, September 26, 2015

Not His Story: Make Over Me, Please! Event at Plaza Indonesia

Hola! Akhirnya punya sesuatu untuk ditulis lagi di sini. Sebenarnya banyak hal menarik yang gue ingin bagikan, tapi selalu terhalang dengan kegiatan-kegiatan yang punya prioritas lebih tinggi dari blogging. Misalnya aja tentang Ashley Graham's show di NYFW 2015 beberapa waktu lalu, campaign #PlusisEqual yang muncul di event yang sama, kegiatan jalan-jalan ke Sakura Park di AEON BSD City bareng pacar, kehidupan as senior di semester tujuh ini, dan masih banyak hal lain yang bisa gue ceritakan. Apa yang gue alami hari ini rasanya wajib untuk dibagikan se-segera mungkin. Sama halnya dengan menulis field-notes saat penelitian, makin lama gak menuliskan hasil temuan, bakal lupa meskipun udah direkam (edisi curhat :p).




Sekitar 9 minggu yang lalu, tepatnya tanggal 23 Juli 2015, gue memutuskan untuk ikutan (semacam) undian untuk di make-over yang ditawarkan oleh Gogirl! Magazine lewat akun instagramnya. Memang gue sudah sejak lama mau merasakan di make-over oleh majalan kesayangan gue itu (they have a special spot for make over on the magazine)dan postingan tersebut cukup menggoda. Kenapa? Karena Gogirl bersama beberapa brand seperti Benefit Cosmetic, Up Shoes by Diana Rikasari, Spotlight, dan Nila Anthony menjadi sponsor dalam undian tersebut. Artinya, kalau menang make over, gue akan dirias dengan Benefit Cosmetic sekaligus didandani dengan pakaian dan sepatu dari brand-brand tersebut. Awalnya, undian #MakeOverMePlease ini akan diumumkan di pertengahan bulan Agustus, gak lama setelah gue balik dari penelitian. Namun, panitia memutuskan untuk menambahkan waktu untuk batas akhir submission sampai akhir Agustus. Yaaa gue mau gimana lagi? awalnya berharap balik penelitian bisa di make-over, tapi kenyataannya harus diundur.




Kemudian, pada suatu Jum'at, gue memperoleh notifikasi di applikasi instagram gue bahwa ada salah satu akun yang menuliskan username gue dalam caption/comment. Saat gue buka, ternyata....gue terpilih untuk di make-over oleh Benefit Cosmetic, Spotlight, Up, Nila Anthony, dan Gogirl!. Gak hanya di make-over, gue juga berkesempatan untuk sharing bareng Diana Rikasari dan Ucita Pohan! Bilang apa? Alhamdulillah.

Setelah sekitar dua minggu menunggu, akhirnya tanggal 26 September datang juga! Rencana awal adalah berangkat pagi-pagi untuk nyekar ke makam Alm. kakek (my mom's father). Namun, karena gue kesiangan, akhirnya langsung menuju Plaza Indonesia, lokasi kegitan #MakeOverMePlease dilaksanakan. Sebelumnya, mampir dulu ke Ancha & Adi salon di Cinere yang kebetulan langganan nyokab. Buat apa? Buat merapikan rambut nyokab yang menurutnya sudah terlalu panjang. FYI, rambut nyokab gue itu pendek, hemm ya bisa dibilang pixie cut lah. Silahkan bayangkan aja kalau dipotong jadi sependek apa :D. Sekitar pukul 11 lewat, gue dan nyokab sampai di Plaza Indonesia. Alhamdulillah jalanan lancar dari Cinere ke lokasi. Sesampainya di lokasi, gue dan nyokab yang emang jarang banget ke Plaza Indonesia mencari lokasi Benefit Store yang katanya terletak di lantai tiga. Rupanya, Benefit Store terletak tidak jauh dari Miniapolis alias tempat main untuk anak-anak kecil. Saat gue datang ke Benefit Store, rupanya memang acara belum dimulai (yaiyalah...secara acara mulai jam 12.30 -_-). Staff Benefit yang super ramah akhirnya meminta gue untuk menuliskan nama dan nomor telfon di guest book, supaya ketika acara dimulai, gue bisa datang langsung setelah ia hubungi. Sambil menunggu, gue dan nyokab menikmati sepiring Caesar Salad di Starbucks dan sempat juga berjalan-jalan di food hall. Kira-kira jam 12 siang, gue mendapat telfon yang meminta gue untuk langsung menuju store Benefit di lantai tiga.




Benefit Store ini lucu banget! Gue pribadi memang suka dengan packaging dari produk-produk Benefit, dan makin dibuat jatuh hati dengan interior store-nya. Sebelumnya, gue gak pernah mencoba produk dari Benefit karena memang gue jarang merias wajah, tapi selalu ada keinginan untuk beli karena bentuknya yang lucu itu. Sesampainya di Benefit Store, gue disambut dengan super menyenangkan oleh Mbak Daisy dari Benefit Cosmetic Indonesia. Ia langsung membawa gue untuk di foto 'before' dan di make up oleh salah satu staffnya yang bernama Mbak Rahma. Sambil dirias, gue sempet ngobrol sama Mbak Rahma (gini nih kalau jiwa mahasiswa antropologi-nya keluar :p) seputar produk Benefit dan seputar dirinya. Rupanya, Mbak Rahma tinggal di Ciputat, gak terlalu jauh dari Cinere, tempat gue tinggal. Jarak antara rumahnya dan tempat kerja yang cukup jauh rupanya ditempuh dengan menggunakan sepeda motor, sehingga lebih hemat waktu. Mbak Rahma juga menjelaskan kepada gue kegunaan dari The Pore-fessional yang dapat meminimalisir terlihatnya pori-pori wajah. That's awesome! Especially for me, seorang wanita berusia 22 tahun yang jarang dandan :p. Tidak lama kemudian, Mbak Daisy kembali mendatangi gue dan 'meracuni' gue untuk brow-wax alias merapikan alis. Alis jadi suatu trend belakangan ini. Jujur aja, gue tidak begitu suka mengutak-atik alis, namun gue rasa ketika mengikuti make-over seperti ini, kita harus bisa total dan 'pasrah' pada expert. Gue juga cukup penasaran tentang brow-wax ini, yaa itung-itung merapikan alis lah.

Seumur hidup, brow-wax adalah kegiatan berbasis waxing pertama yang gue lakukan. Mbak Daisy called me 'brow-virgin' karena gak pernah ngutak-atik alis, hehehe :p. Langkah pertama adalah menggambar alis yang akan dicapai, sehingga sang ahli tahu dimana ia harus waxing alis gue. Tadinya, rambut-rambut halus yang sering disebut 'alis nyambung' gue mau dibereskan juga. Then, I told Mbak Daisy to let it be that way, karena itu jadi ciri khas gue. And she said, "yaudah gak apa-apa, susuknya disitu ya?". Gue hanya bisa tertawa. Well, at the end, I kinda like the result. Mari kita lihat kira-kira akan berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai alis gue numbuh lagi hihihi :p

Setelah beres dengan urusan alis, gue dibawa ke meja make-up untuk menyelesaikan bagian mata dan bibir. Karena pada dasarnya gue gak begitu sering make up, merias mata jadi satu hal yang bikin gue was-was. Gue hanya bisa pasrah sambil mengatur nafas supaya bisa lebih santai. Maaf ya agak norak :p. Tahap selanjutnya adalah hair-do. Dengan bantuan dari GHD Hair, rambut gue dibuat agak berombak (and to be honest, that's one of my dream hair...but actually it will looks awesome in longer hair) dan mendapat kesan messy. Pas banget karena emang gue gak suka nyisir hehehehe. Next step is dressing up! Dibantu dengan tim dari Spotlight (Termasuk Mbak Ivana, 'pentolannya' Spotlight :p), gue mendapatkan blazer+black shirt. Awalnya gue akan dipakaikan legging yang gue bawa dari rumah, namun ternyata warnanya kurang pas dan malah terlihat lebih baik dengan jeans yang gue kenakan dari awal. Celana jeans gue kemudian dilipat dibagian bawah serta dirapikan dari benang-benang menjuntai, maklum jeans-nya dipermak sama mas-mas yang lewat depan rumah hehehe. Setelah pakaian, tidak lupa aksesoris yang dipinjamkan serta ditata langsung oleh Diana Rikasari. Selain aksesoris berupa kalung, gue juga dipilihkan sepatu oleh Diana Rikasari langsung. Duh, berasa model didandanin begitu.

Usai dandan, hair-do, dan dress up, gue menemui beberapa pemenang undian lainnya. Yap! I got additional friends! They are Hanan yang ternyata juniornya temen gue SMA di kampus, Melysa yang ternyata temennya temen kampus gue, Resista yang punya nama kayak temen gue di UAI, Icha yang calon dokter dan sempet belajar mata kuliah antropologi di kampus, Ribka, dan Tya. Kita semua berasa jadi model siang itu karena setiap lagi selfie, tiba-tiba semua orang memfoto kami semua. Ini toh rasanya jadi model hehehehe, capek juga ya liat kamera terus. But I do love that kind of experience!. 

Hair-do by GHD | Blazer and Shirt by Spotlight | My own jeans | Wedges by UP | Clutch by Nila Anthrony | Make up by Benefit Cosmetic | Accessories belongs to Diana Rikasari


Sekitar jam 2 siang, acara sharing bersama Diana Rikasari dan Ucita Pohan dimulai. Mbak Daisy juga ikutan dalam acara tersebut. Tapi, sebelum sharing session, kita ber-7 di 'maper' dulu sama Mbak Daisy hehehe. She asked us to do a runway walk like a model! I was surprised but also excited, since modelling is one of my secret dream :p. Terakhir kali berjalan a la model itu pas usia 5 tahun, ketika iseng ikut lomba fashion show berbusana muslim. Setelah itu, menjadi model cuma bisa gue simpan aja dalam hati karena proporsi tubuh yang kurang sesuai dengan industri tersebut. My runway walk wasn't bad actually hehehe :p. Akhirnya sesi sharing-pun dimulai. Kami semua bebas memberikan pertanyaan kepada tiga narasumber yang ada. Gue berkesempatan melontarkan dua pertanyaan kepada Diana Rikasari dan juga Ucita Pohan. Pertanyaan gue kepada Diana Rikasari dijawab dengan cukup baik oleh Diana sendiri serta Ucita dan Mbak Daisy. Dari jawaban mereka gue belajar bahwa ketika dressing up atau melakukan suatu hal, pastikan kita merasa happy dengan apa yang kita lakukan itu. Apapun komentar orang, kita kita merasa happy, akan ada aura cantik (begitu istilah dari Diana) yang keluar dan pada akhirnya orang lain juga dapat menikmati aura positif tersebut. Dari Diana Rikasari gue juga belajar bahwa terkadang, kita menemukan passion kita agak terlambat. Berkaca dari pengalamannya sendiri, Diana Rikasari baru menemukan passion di dunia fashion dan bisnis ketika ia sudah memasuki usia 25 tahun. Dari situ gue belajar untuk menjalani setiap keputusan yang sudah dibuat dan bersabar sambil mencari apa passion kita sebenarnya karena gue sendiri masih meraba-raba apa passion gue itu. Gue jadi yakin bahwa the aha moment seputar passion kita akan datang suatu saat nanti. Kemudian, pertanyaan kedua gue ditujukan pada Ucita Pohan. She's an announcer di cosmopolitan FM. Tubuhnya tidak langsing, tetapi gue mengagumi rasa percaya dirinya dan cita rasanya dalam hal fashion. Kesukaannya dalam hal-hal yang berbau klasik menjadikan Audrey Hepburn sebagai salah satu fashion influence-nya. Ucita juga mengatakan bahwa penting untuk mengenal diri kita sendiri (terutama dalam hal berpakaian) agar bisa tetap mengikuti trend yang ada. Secara garis besar, gue sangat terinspirasi dari hasil sharing session tersebut.

With Ucita Pohan. And She's superb nice <3

With Diana Rikasari. She's superb cute!


Sebelum acara berakhir, setiap sponsor memberikan pertanyaan berhadiah bagi kami yang ikut dalam kegiatan #MakeOverMePlease. Hadiah yang diberikan mulai dari voucher belanja sampai sample product. Gue cukup beruntung untuk bisa memborong sejumlah hadiah kuis tersebut. Usai kuis, kami semua berfoto bersama-sama dan tentunya menyempatkan diri berterima kasih kepada para sponsor. Gue berusaha menyempatkan waktu bertemu Ucita Pohan untuk meminta kontaknya untuk bisa sharing lebih banyak lagi sebagai salah satu modal bahan skripsi nantinya :p.

Selfie time with other six lucky girls <3 <3

Credit to Diana Rikasari (taken from her Instagram)


I feel so lucky and grateful today! Punya kesempatan di make-up, dapet banyak hadiah mulai dari voucher belanja, pakaian+sepatu yang digunakan, sampai peralatan make up yang selama ini gue idam-idamkan, dan yang paling penting, bisa berbagi pengalaman dengan orang-orang hebat + teman-teman baru. Thanks a lot to Gogirl Magazine, Benefit Cosmetic Indonesia, Spotlight Store, Up Shoes by Diana Rikasari, dan Nila Anthony telah membuat mimpi saya jadi kenyataan ;)

Self love by taking selfie :p

Weekly Addiction!

Can't stop and won't stop listening (and singing) Aston Merrygold's Get Stupid! Setelah ditelusuri, rupanya Aston sempat jadi juri Got to Dance UK dan jadi personel dari boyband JLS yang pernah nyanyiin 'She Makes Me Wanna' featuring Dev. So, for ya, here's the official music video of Get Stupid by Aston Merrygold.










Saturday, September 5, 2015

Being Plus-Size Woman: I Decide to Take Care of My Body. How About You?

Hampir tiga bulan lamanya tidak menuliskan pemikiran-pemikiran gue seputar life as plus-size woman maupun menceritakan kejadian-kejadian menarik dalam kehidupan gue. Memasuki masa dimana bulan berakhiran -ber, yang berarti semakin dekat dengan tahun yang baru. Resolusi baru sepertinya harus mulai disusun dari saat ini, well it sounds to ambitious, right?. Selain mempersiapkan apa saja yang harus diperbaiki di tahun yang mendatang, perlu juga rasanya melihat setengah tahun belakangan ini agar kita tahu sudah berapa banyak waktu yang kita habiskan percuma maupun untuk hal-hal yang bermanfaat. 

Di awal tahun, gue sempat menargetkan untuk bisa mengurangi berat badan beberapa kilogram dengan harapan tahun depan bisa menggunakan salah satu kebaya favorit yang dibeli pada masa akhir SMP untuk wisuda nanti (semoga tahun depan bisa beres kuliah! Aamiin). Namun, masih padatnya perkuliahan mendorong gue untuk melupakan keinginan untuk mengurangi berat badan dan menggantikannya dengan fokus mempertahankan kondisi akademis gue. Banyaknya tugas, kegiatan organisasi, dan kepanitiaan membuat gue jadi meninggalkan kegiatan lari pagi yang di tahun 2014 menjadi kegiatan wajib setiap minggunya. Saat bulan puasa, Alhamdulillah berat badan bisa berkurang dari 84 kg menjadi 81 kg. Setelah lebaran, berat badan gue bergerak tidak stabil antara 81kg hingga 83.3 kg. Kondisi makin diperparah karena selama masa penelitian 14 hari di daerah Lebak, Banten. Meski asupan makan gue rasa tepat yaitu tiga kali sehari, namun mengkonsumsi nasi pada ketiga waktu makan berhasil menaikkan berat badan gue...entah jadi berapa kilogram. Gue hanya bisa merasakan tubuh menjadi semakin berat. Kondisi badan yang terasa semakin berat itu membuat gue merasa kurang fit begitu pulang ke Jakarta. Dua hari setelah kepulangan, asma gue kambuh. Setelah kurang lebih 15 tahun gak pernah menggunakan inhaler ketika serangan asma, tahun ini rekor itu runtuh begitu saja. Di hari itu, gue yang berniat berkonsultasi ke dokter malah dibawa ke ruang UGD oleh dokter itu sendiri untuk langsung menemui mesin uap kesayangan itu. 

Kondisi-kondisi tersebut 'menampar' gue. Kesehatan menjadi prioritas utama untuk dijaga. Jujur aja, gue kapok harus kembali bertemu dengan asma. Kenapa? Karena artinya gue gak bisa mendonorkan darah dalam waktu dekat dan gue harus banyak menghabiskan waktu di rumah untuk istirahat (sedangkan mood gue lagi pengen jalan-jalan!). Akhirnya, dengan dukungan orang tua serta jadwal kuliah yang makin berkurang tiap minggunya, gue mendaftarkan diri (lagi) untuk berolahraga di salah satu fitness center di Cinere (i bet you know where is it). Selain untuk mengisi waktu senggang, keputusan itu gue ambil karena gue merasa meskipun memiliki badan besar (either karena berat badan atau karena keturunan), kita harus tetap menjaga kesehatan. Sejumlah postingan model plus-size favorit gue menjadi motivator. Dulu gue berfikir bahwa model-model atau fashion blogger bertubuh plus itu identik dengan tidak berolahraga. Namun, setelah men-follow Denise Bidot, Nadia Aboulhosn, Ashley Graham, dan Tess Holiday di Instargam, gue sadar bahwa pemikiran itu SALAH BESAR! Keempat role models itu rajin berolahraga untuk menjaga stamina dan kondisi fisiknya. Tess Holiday yang tubuhnya berukuran 22-pun rajin berolahraga! Artinya kondisi fisik yang bisa dibilang besar itu bukan halangan untuk tetap ingat dengan kesehatan dan berolahraga. Have you ever visited @biggalyoga on instagram? Kalau belum, rasanya wajib untuk dikunjungi bagi mereka yang bertubuh plus dan mencari inspirasi untuk berolahraga. Valerie Sagun (@biggalyoga on ig) memang memiliki tubuh besar, gue sendiri melihat tubuhnya memiliki banyak bagian yang berlemak, namun tubuhnya sangat fleksibel dan ia dapat melakukan berbagai gerakan yoga yang bagi gue pribadi rasanya mustahil untuk dilakukan. 

hahstag 'rolemodel'

Keberadaan media sosial berbasis gambar atau video seperti YouTube, Instagram, dan Snapchat, menjadi media untuk membuktikan besarnya tubuh seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan stereotype yang ada. Dalam sebuah artikel ilmiah tentang body image, masyarakat barat (white people, mostly) memiliki pandangan bahwa tubuh besar menggambarkan sifat malas, rakus, dan jahat. Pandangan tersebut semakin berkembang dan ikut diyakini oleh banyak masyarakat dengan latar belakang budaya yang berbeda, sehingga menjadi suatu ukuran penting dalam menilai orang lain. Padahal, hal tersebut belum tentu benar dan teruji karena pada dasarnya setiap manusia itu memiliki keunikan yang membedakan dirinya dengan diri orang lain. Buktinya, ya... dapat dilihat dari model-model, fashion blogger, maupun penggiat olahraga yang bertubuh besar, yang kini makin ter-expose oleh media. Ukuran tubuh kini (perlahan tapi pasti) tidak lagi menjadi standart untuk menilai sifat individu maupun kelompok. 

Terinspirasi dari mereka yang bertubuh besar dan percaya diri membagikan sepotong gambar kegiatan olah raga lewat media sosial, gue-pun mengambil bagian dalam upaya mematahkan stereotype yang ada tentang wanita atau pria bertubuh besar lewat ikut menjaga tubuh dan kesehatan. Bergabung ke salah satu fitness center memberikan gue peluang untuk memilih kegiatan olah raga seperti apa yang dirasa menyenangkan dan membuat diri gue nyaman. Adanya sejumlah kelas seperti zumba, yoga, aerobic, body combat, dan sebagainya menjadi pilihan utama gue dalam menjaga kondisi tubuh. Meskipun belum ada hasil yang signifikan setelah kurang lebih tiga minggu rajin mengikuti kelas-kelas di fitness center tersebut, ada perasaan lebih bahagia dan lebih bisa fokus karena aliran oksigen di tubuh menjadi lebih terdistribusi secara merata. Tubuh juga merasa lebih ringan meskipun ketiga gue melihat timbangan, kerap kali mencapai angka 85 kg (gue percaya kenaikan berat badan adalah proses mendapatkan tubuh yang lebih baik #bukanngeles). Semoga saja tujuan gue untuk menjadi lebih sehat dapat terwujud. Kalau berat badan bisa berkurang, gue anggap sebagai bonus. 

#mirrorselfieatthegym 

So, people...tubuh besar lagi-lagi tidak selalu berarti mereka merasa malas menjaga diri dan juga bukan menjadi alasan untuk tidak menjaga kesehatan jiwa dan raga. This is the time for us to break the stereotype!



Selamat berolahraga!

Weekly Obsession:
Beside Zumba class, i get addicted with bracelet, especially ropes bracelet that i bought from @folkstore.id on instagram. With very affordable price (16.000IDR or equal with 1.13USD), i can get 2 ropes bracelets. Interested? Go follow 'em on instagram and pick your favorite accessories!

Ropes bracelet as friendship bracelet? why not!
Their latest collection. Grab yours now!





Saturday, June 27, 2015

Fashion Addiction: Get Me Out(erwear) of Here!

Sixth semester, checked!
Summer break, on progress
Time to go out now, enjoy the summer and the break!


Can't live with outerwear lately. Looking forward to shop (or make) more!




Outfit Details:
Blue Pattern Outerwear by New Look (Size 18)
Unbranded Navy Blue T-shirt 
Stretch Pants by XtoX (Size 8X)
Two tone slip-in shoes by Zalora (size 41)


Captured using iPhone 4
edited using VSCO and Photoscape

Wednesday, June 24, 2015

Being Plus-Size Woman: Celebrating Who You Are!

Sudah dari dua minggu yang lalu sebenarnya, gue ingin membagikan beberapa hal yang berkaitan dengan living as a plus size, tapi ada aja yang lebih seru buat ditulis. Misalnya saja cerita gue nge-bolang ke Dunia Fantasi di H-1 puasa hehehe. So, here we go!

Bagi mereka yang membaca tulisan gue tentang being a plus size di Indonesia beberapa bulan yang lalu, gue sempat membuat statement bahwa fashion blogger berukuran plus-size di Indonesia masih sedikit dan cuma 1 yang gue tau dan itupun tinggalnya gak di Indonesia. Well, gue harus mengoreksi pernyataan gue itu dan mengubahnya menjadi: Terdapat sejumlah fashion blogger, terutama fashion ig-ers yang memiliki tubuh plus size yang berdomisili di Indonesia. Gue rasa, koreksi tersebut di butuhkan mengingat saat gue menulis statement pertama itu, gue akui, minim melakukan penelusuran lebih lanjut. Semua berawal dari sebuah komentar di blog ini tentang online shop untuk mereka yang bertubuh besar, penelusuran gue kemudian berkembang dan saat ini, gue sudah menjadi pengikut beberapa ig-ers bertubuh besar namun gak kalah fashionable dari mereka yang bertubuh normal. Belum lagi, gue menemukan sebuah akun yang selalu me-repost foto-foto #OOTD dari para pengguna instagram yang bertubuh besar. Tentunya, mereka-mereka yang gue temukan lewat hashtag #OOTDPlusSizeIndo atau #OOTDBigSizeIndo menjadi inspirasi gue untuk dress up maupun sekedar menjadi pengingat untuk bisa lebih percaya diri dan mencintai tubuh gue. 

Peran media pastinya punya porsi besar dari semakin dilihatnya wanita (dan pria) dengan size 10+. Kalau bagi gue pribadi, semua berawal dari kemunculan Meghan Trainor dengan lagunya 'All About That Bass' yang memiliki pesan menarik bagi mereka-mereka yang punya tubuh 'berbeda', baik dari segi ukuran maupun bentuk. Gak hanya dari kemunculan lagu tersebut, sosok Tess Holiday juga menjadi suatu gebrakan, terutama di dunia fashion, bagi keberlangsungan plus size fashion itu sendiri. Kalau di Indonesia? Hemmm, gue pribadi belum merasakan dampak yang signifikan banget dari tokoh-tokoh yang adalah orang Indonesia maupun yang ada di Indonesia. Tetapi, keberadaan instagram tentunya jadi semacam wadah untuk mendobrak pandangan masyarakat tentang ukuran dan bentuk tubuh perempuan. 

Masih sulit memang untuk meyakinkan masyarakat (dan diri sendiri) bahwa cantik itu gak terus menerus dilihat dari bentuk fisik, karena yaa pada dasarnya lebih mudah menilai orang lain dari penampakan fisik. Selain lebih menghemat waktu, melihat fisik seringkali dianggap sudah bisa mewakili keseluruhan 'isi' dari seorang individu. Daaaaan, seringkali standar cantik itu mengikuti standar masyarakat barat yang menganggap bahwa perempuan itu yang baik, yang cantik, dan yang tepat setidaknya punya ukuran tubuh yang tepat pula atau harus bertubuh langsing. Padahal, setiap kebudayaan punya definisi cantik yang berbeda-beda, ada yang menganggap perempuan harus langsing, ada juga masyarakat yang melihat perempuan yang cantik, yang baik, dan yang tepat adalah mereka yang berbadan besar, setidaknya itu yang gue pelajari setelah membaca sebuah artikel tentang penyebab eating disorder yang dilandasi keberagaman pandangan tentang menjadi 'wanita cantik'. Di Indonesia sendiri, gue belum menelusuri bagaimana tiap kebudayaan yang ada dari Sabang sampai Merauke mendefinisikan cantik. Tetapi bagi gue saat ini, untuk wanita-wanita modern di area Jakarta, cantik masik diartikan sebagai memiliki tubuh langsing, setidaknya bagi sebagian orang. 

Baik lagu, sosok model plus size, maupun role model bagi wanita bertubuh besar tentunya memberikan sumbangan bagi masyarakat dalam melihat dan mendefinisikan kembali tentant tubuh dan kecantikan. Entah benar atau tidak, gue pribadi merasa keberadaan lagu 'All About That Bass' menjadi awal mula kebangkitan dari kesadaran akan keberagaman bentuk tubuh itu sendiri, terutama mereka yang punya tubuh besar. Berbagai media online semakin sering membahas tentang plus size fashion, ataupun me-redefinisikan kembali tentang apa itu menjadi cantik. Gue sendiri gak tau pengaruhnya ke bagaimana para pria dalam mencari sosok wanita yang tepat, tapi setidaknya peran media tersebut memberikan kemudahan bagi para wanita plus size dalam mengekspresikan diri dan dalam hal berbelanja! Keberadaan online shop yang mendedikasikan diri untuk wanita bertubuh besar menjadi solusi bagi kesulitan kami, para wanita plus size dan big size, dalam mencari pakaian yang tepat. Kalau dalam hal ekspresi diri? Penggunaan hashtag #OOTDPlusSize atau #OOTDBigSize jadi tahap awal untuk menunjukkan rasa percaya diri bagi siapapun yang melihatnya. 

Dalam hal shopping, gue pribadi belum pernah mencoba berbelanja dari sejumlah online shop yang khusus menjual pakaian berukuran plus, tetapi setidaknya lewat media instagram dan blog, gue merasa ada wadah untuk mengekspresikan diri dalam hal berpakaian. Jumlah likes yang gue peroleh, atau komentar yang muncul jadi feedback yang lebih nyata akan diri kita sendiri. Gue sudah beberapa kali mem-posting foto bertema outfit of the day dengan tagar-tagar yang terkait. So far, responnya cukup baik dan rasa percaya diri dalam berpakaian-pun menjadi bertambah. Dengan di re-post-nya beberapa foto #ootd gue di akun lain (seperti akun OOTD Big Size Indonesia atau akun-akun serupa) juga menjadi semacam penyemangat diri untuk bisa lebih percaya diri dan untuk lebih mencintai diri sendiri apa adanya. Namun, gue berpesan bahwa terlepas sebesar apapun badan kita, kesehatanlah yang utama. Meski tubuh besar, bukan berarti olah raga adalah suatu hal yang ditinggalkan. 

Oh ya, ada satu hal lagi yang melekat di pikiran gue seminggu belakangan ini, entah dapat dibilang berkaitan dengan tulisan gue sebelumnya apa gak. Bagi yang suka nonton Asia's Next Top Model season 3, pasti familiar dengan sosok Aimee, finalis dari Singapore. Gue pribadi suka dengan fitur wajah dia, meskipun jagoan utama gue adalah #TeamIndonesia dan #TeamJapan. Nah, pada salah satu sesi foto, Aimee mengalami wardrobe malfunction, dimana celana yang ia gunakan gak bisa di tutup resletingnya. Kemudian, terkait dengan kasus itu, Aimee sempat  ditanya tentang ukuran tubuhnya yang agak membesar. Tetapi kemudian ia menjawab pertanyaan itu dengan sebuah statement yang intinya (berdasarkan yang gue tangkap) dia gak akan mengubah dirinya sendiri, karena yang penting adalah mencintai diri sendiri dengan bentuk dan ukuran apapun. Statement itu gue nilai menarik. Kenapa? Karena gue merasa aneh dengan kompetisi tersebut yang mendorong para modelnya untuk bisa muat dengan sample size. Sedangkan, dalam formulir pendaftarannya (yap, gue pernah nekat mau mencoba mendaftar tapi kurang kuat niatnya hehehe), ditulis bahwa kompetisi ini dengan senang hati menerima model dalam ukuran yang beragam, misalnya plus size model. Gue sendiri kurang paham dengan dunia fashion yang sebenarnya, apakah memang ada sample size untuk mereka yang bertubuh besar (tetapi bukan untuk pakaian khusus plus size)? Kalau Aiimee saja dinilai terlalu besar untuk sample size, apa kabar dengan mereka yang bertubuh 10+ ? Bagaimana sebenarnya industri fashion yang diwujudkan dalan kompetisi next top model mendefinisikan plus size ? Mungkin itu bisa jadi bahan pembahasan di blog ini suatu saat nanti hehehe :D

Statement dari Aimee Bradshaw, 2nd Runner Up AsNTM rasanya tepat untuk menjadi pengingat bagi kita, bahwa penting untuk mencintai diri sendiri dengan ukuran dan bentuk apapun. Meskipun banyak yang menuntut kita untuk menjadi A atau menjadi B, penting untuk memiliki rasa bangga, rasa syukur, dan rasa cinta akan tubuh kita sendiri. Salah seorang teman pernah berujar, "cantik itu relatif,". Ya, menjadi cantik itu bisa dimaknai beragam oleh setiap individu dan masyarakat, jadi jangan berusana untuk menjadi orang lain atau mengikuti ketentuan dari budaya lain yang belum tentu sesuai dengan budaya kita. Intinya, kita harus menjadi diri sendiri dengan kelebihan dan kekurangan yang ada. Dengan rasa percaya diri, orang lain bisa menaruh respect akan diri kita nantinya. :)

Selamat membaca, dan selamat berpuasa! 

Thursday, June 18, 2015

Not His Story: Becoming 'Bolang' for DO-FUN!

Selamat Datang, Ramadhan! 
Selamat berpuasa bagi umat Muslim yang sedang membaca tulisan ini. 

Bulan suci ini rasanya selalu punya cerita yang menarik setiap tahunnya, apa lagi ketika gue sudah menjadi seorang mahasiswi karena yaaa...selalu bertepatan dengan libur semester yang super panjang hehehe. Kalau Allah berkehendak, semoga saja tahun ini jadi tahun terakhir merasakan bulan Ramadhan sebagai mahasiswi, Aamiin.

Bukan tentang Ramadhan yang akan gue bahas kali ini, melainkan what did i do a day before Ramadhan, 1st. Seperti yang gue lakukan di H-1 Ramadhan tahun lalu, I spent my day with my cousin. Kalau tahun lalu, tepat sehari sebelum bulan puasa, gue dan sejumlah sepupu dari keluarga bokap menghabiskan hari dengan berenang dan nonton Transformer di Blitz Megaplex, Grand Indonesia. Bagaimana dengan tahun ini?

WE WENT TO DUFAN!
Hello, Dunia Fantasi!

Ya, akhirnya gue berhasil mengunjungi salah satu lokasi wisata di Jakarta tersebut. Sebenarnya keinginan untuk main ke theme park ini sudah ada dari setelah lebaran tahun lalu. Tapi terkalahkan oleh kesepakatan bersama (dan promo FLAZZ BCA) untuk mencoba Jungle Land di Sentul Selatan. Memang, sudah kurang lebih dua bulan belakangan ini, gue dan my partner in crime, Dyah, pengen banget melepas penat dunia perkuliahan yang makin seru ini. Keinginan tersebut akhirnya dapat terpenuhi tanggal 17 Juni kemarin.

Banyak rintangan setiap mau jalan ke dufan. Mulai dari jarak, transportasi, biaya tiket masuk, dan waktu. Beruntung sekali, puasa tahun ini mulai tanggal 18 Juni instead of 17, karena Dyah memang sedang libur dari tanggal 17, sedangkan gue sudah hampir seminggu menikmati liburan semester (YAY!). Niat awalnya, di tanggal 17 Juni, kita berdua mau berenang di Talavera, kemudian gue mendapatkan semacam kegilaan dengan mengajak Dyah main ke dufan. Berhubung kita berdua belum ada yang bisa nyetir dengan baik, maka kami putuskan untuk berkunjung dengan memanfaatkan transportasi umum dan Trans Jakarta adalah solusi dari permasalahan transportasi kami. Awalnya, kami mau menggila memanfaatkan fasilitas Go-Jek dari Cinere-Dufan, mumpung promo hanya Rp10.000,-. tapi...YA KALI DEH, kasihan abang ojeknya :(.

Back to the story, kami berdua akhirnya berangkat dari Cinere dengan kendaraan pribadi, kebetulan orang tua kami sering berangkat bersama ke kantor, jadi bisa nebeng setidaknya sampai daerah Blok M yang merupakan halte trans jakarta koridor 1 paling pertama. Dari blok M, kami menempuh perjalanan hingga halte Monumen Nasional (Monas) untuk pindah koridor Harmoni-Pulo Gadung. Tidak terlalu lama menunggu, bus trans Jakarta arah Pulo Gadung datang dan kami menikmati perjalanan dengan bus versi lama hingga halte Senen. Dari halte tersebut, kami pindah ke halte Sentral Senen yang bisa dituju dengan melalui jembatan yang ada dan tanpa harus keluar halte terlebih dahulu. Dari halte Sentral Senen, kami hanya perlu menunggu bus trans jakarta yang mengarah ke halte Ancol. Kami berangkat dari blok M jam 9 pagi dan sampai di halte Ancol sekitar pukul setengah 11. Halte Ancol tidak terlalu jauh dari tempat pembelian tiket Dunia Fantasi, kira-kira 100-150 meter. Oh ya! Begitu sampai di halte Ancol, kita akan diarahkan ke loket masuk Ancol. Berhubung sedang peak season, kami berdua kena charge Rp50.000,- untuk masuk kawasan Ancol (each: Rp25.000,-). Kirain gak bakalan kena charge karena naik trans jakarta..HUFTS.

Setelah berjalan selama kurang dari 5 menit, akhirnya kami membeli tiket Dunia Fantasi dengan harga peak season sebesar Rp 260.000,-/orang. Mahal? Tunggu dulu! Kami berdua gak beli tiket dengan harga tersebut untuk satu hari saja, tapi untuk SATU TAHUN! Yap, annual pass dufan di musim liburan ini harganya sama dengan harga kalau beli hanya untuk satu hari. Jadi kami berdua gak mau merugi hehehe. Promo tersebut hanya berlaku untuk pembelian dari tanggal 1 Juni hingga 30 Juni saja. Ketika beli tiket ini, gue sempat mengalami kepanikan. Jadi ceritanya, gue sok-sok-an mau bayar pakai debit card  BCA dengan tujuan supaya uang yang kepakai dari tabungan gak berlebihan, jadi di dompet hanya bawa uang Rp 200.000,- untuk makan dan uang pegangan aja. Saat sampai di loket pembelian tiket, ternyata BCA gak bisa digunakan! Jenis kartu yang bisa digunakan hanya yang memiliki logo VISA dan/atau MASTERCARD. Makin panik lagi karena gue lupa nge-check saldo yang ada di kartu debit cadangan, yg merupakan kartu mastercard, ada berapa. Dengan pasrah, gue menyodorkan kartu debit cadangan tersebut ke mbak penjaga loket, dan berhasil...artinya saldo gue masih mencukupi. Setelah melakukan pembayaran, kita akan memperoleh tiket kertas dengan tulisan 'ANNUAL PASS' untuk ditukarkan di arena dufan dengan kartu member. Tentunya kita berdua sangat bahagia akhirnya bisa main di dufan setelah mendapat tiket tersebut.

So excited to swing the problems away!
Taken by Dyah Ayu
We had fun! And looking for more!

Memasuki kawasan dufan, kami berdua mengikuti petunjuk arah tempat penukaran kartu annual pass yang letaknya di sebelah kiri pintu masuk. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengambil dan mengisi formulir. Setelah selesai, kita harus mengantri untuk membuat kartu tersebut. Berhubung ngantrinya lumayan panjang, dan ternyata masih bisa melakukan penukaran hingga jam 5 sore, kami berdua mengurungkan niat untuk ikut antri buat kartu dan memutuskan untuk mengantri demi wahana yang ada. Dufan kemarin dapat dikategorikan sepi, karena gak banyak wahana yang 'memaksa' kami berdua untuk mengantri. Tujuan pertama kami adalah ontang-anting. Di kawasan tempat ontang-anting, halilintar, pontang-panting, berada, masih sangat sedikit pengunjung sehingga terasa seperti taman milik sendiri. Ontang-anting bisa dibilang wahana yang cukup ramai tapi tidak terlalu mengantri panjang. Kami berdua bahkan naik wahana ini sebanyak dua kali berturut-turut sebelum akhirnya memutuskan untuk mencoba halilintar. Sayangnya, saat itu, halilintar masih belum ada yang bermain, jadi agak malas untuk jadi orang pertama hehehe. Akhirnya kami memutuskan untuk masuk ke wahana Happy Feet yang merupakan simulator. Satu hal yang membuat gue agak amaze sama rides ini adalah kursi-nya yang benar-benar total membawa tiap pengunjung ikut dalam tiap adegan film yang ditayangkan. Kalau dibandingkan dengan 4DX di Blitz Megaplex dan Shrek Rides di USS, kursi di wahana ini lebih seru. Sayangnya, tidak didukung dengan kualitas tayangan, suara, dan effect yang baik.

RUN!

Sempat bingung untuk memutuskan wahana selanjutnya, gue dan Dyah akhirnya jalan-jalan aja sambil melihat beberapa wahana baru lainnya seperti Ice Age dan Hello Kitty. Kedua wahana baru dari dufan tersebut bentuknya indoor dan terdapat tempat makan diantara dua wahana tersebut. Oh ya, gue sendiri agak kaget karena banyak tempat makanan yang well known di dufan, seperti Yoshinoya, Okirobox, dan Hop-hop. Berhubung dua wahana terbaru itu baru bisa dimainkan setelah jam 12, kami berdua kemudian mencoba untuk mengurus pembuatan kartu annual pass lagi dan ternyata...masih ngantri panjang.
いらっしゃいませ!
Karena bingung, akhirnya Turangga Rangga atau carousel yang jadi pilihan rides kami berikutnya. Jujur, itu kali pertama buat gue menikmati wahana tersebut :p. Zona Amerika jadi tujuan kami berikutnya dan permainan yang kami nikmati adalah Kicir-kicir. Sialnya, kami berdua menduduki posisi yang salah karena posisi tersebut, ketika wahana ini berjalan, akan membuat penumpangnya harus 'bertatap muka' dengan tanah dari ketinggian tertentu. Jujur aja, gue sebenarnya penakut untuk menaiki atraksi macam ini...tapi di sisi lain, gue sangat menikmati selama mata gue tertutup hehehe. Gak kebayang kalau gue buka mata, pasti mual setengah mati. Tapi jujur, sejak 2011, kicir-kicir adalah salah satu wahana yang gue suka, selama ambil posisi duduknya tepat ya!. Dyah sebenarnya pengen ngajak gue main Hysteria...tapi anehnya, gue kok malah takut banget naik wahana ini, padahal menurutnya, hysteria gak ada apa-apanya dibandingkan dengan kicir-kicir. Berhubung masih tengah hari dan matahari lagi terik banget, akhirnya kita menunda main wahana itu. Meluncurlah kami untuk mengunjungi wahana Ice Age, tapi berhubung masih ada satu jam lagi sebelum wahana ini buka, akhirnya kita berdua berkunjung ke permainan Hello Kitty, atau lebih tepatnya semacam museum. Wahana yang satu itu sama sekali gak tepat buat kita berdua yang memang berkunjung ke dufan untuk teriak-teriak. Sambil menunggu jam 1 siang, kami berdua menyantap satu kotak okonomiyaki dari Okirobox untuk mengganjal perut sebelum (niatnya) main Ice Age. Selesai makan, ternyata...wahana Ice Age sudah dipenuhi pengunjung yang mengantri cukup panjang, akhirnya kami mengurungkan niat dan kembali mencoba mengurus annual pass kami.

Outfit: Top by H&M, Pants by XtoX, Shoes by Converse

Dalam pengurusan kartu tahunan tersebut, setelah mengisi formulir, kita akan masuk ke ruangan dengan petugas yang akan merekam sidik jadi kita dan memfoto kita. Serasa lagi buat KTP. Pembuatannya sangat singkat dan kartu juga langsung jadi. Yang bikin lama hanya mengantrinya saja. Oh ya, kekurangan dari pelayanan pembuatan kartu tersebut adalah petugas yang tidak memeriksa kembali data diri pengunjung setelah di-entry. Karena Dyah harus menahan kesal ketika nama pada kartu salah ketik...dari yang harusnya 'DYAH' menjadi 'AYAH'. Kurangnya ketelitian itu harus bisa diperbaiki biar sama-sama enak :)

Berhubung wahana Ice Age masih mengantri, kami akhirnya bermain halilintar. Sedikit pesan dari gue, please jangan over-excited dengan teriak-teriak sebelum wahananya di mulai. Gue pribadi merasa terganggu karena belum masuk jalur yang menyeramkan tapi banyak orang yang sudah teriak-teriak. Kalau pas sudah jalan keretanya, boleh lah teriak-teriak melepas ketakutan..tapi please jangan pas keretanya belum jalan. Pesan yang gue harus sampaikan kepada siapapun yang berniat main ke dufan, jangan pakai jas hujan kalau gak mau kebasahan di wahana arung jeram. Namanya juga mainan air, ya pasti basah lah! Kalau gak mau basah, gak usah main..simple bukan? Gak di Singapore, gak di Jakarta..ada aja yang pake jas hujan untuk main wahana berair. Saat gue main di wahana arung jeram, ada hal menarik yang gue temukan dan bahkan gue abadikan. Jadi, gue dan dyah naik wahana ini sampai dua kali. Yang pertama, dalam satu boat, gue bersama-sama segerombolan ibu-ibu gitu dan rasanya biasa aja: kita semua sama-sama basah. Permainan yang ke dua lebih seru. Entah karena arusnya dibuat lebih kencang dari yang pertama, yang jelas gue menikmati permainan kedua tersebut. Faktor pertama, dalam satu boat gue dan dyah bareng 5 cewek-cewek yang mungkin masih SMA dan mereka rame banget, tapi bukan rame yang mengganggu. Lebih pada ngajak rame bareng-bareng. Yang di sebelah gue berusaha untuk gak basah, tapi tetep aja kena basah. Gue basah kuyup seperti orang kecebur di kolam. Bagian terserunya adalah, lima anak itu udah hafal posisi fotografer, jadi dari jauh mereka udah teriak, 'MAS KALAU MAU AMBIL FOTO SEKARANG BURUAN! BURUAN MAS! CEPEEET!!'. Ngakak lah gue dan dyah ngeliat kelakuan mereka yang seru itu. Belum lagi, setelah gue turun dari rides dan berkunjung ke booth photo, ternya ada satu foto yang semua orang di boat berpose semua! Kelewat sadar kamera banget, hehehe. Gue seneng kalau sesama pemain bisa seseru itu. Makasih loh ya kalian, yang gue gak tau namanya!
We and those awesome strangers on a boat!
IDR 35.000 for one printed photo

Hal seru lainnya adalah ketika gue dan dyah main kora-kora. Kami berdua duduk di bagian tengah kapal, sedikit kecewa sebenarnya karena bagian itu yaaaa kurang seru. Tetapi, pemandangan kami yang bikin suasana seru karena di di sisi lain kapal, ada segerombolan laki-laki yang menggunakan monopod untuk selfie ketika permainan dimulai. Selama permainan, gue dan dyah ketawa sambil menahan rasa deg-degan karena diayun-ayun.

Menutup perjalanan di dufan, gue dan dyah kembali naik ontang-anting sambil berusaha mengeringkan tubuh. Gue yang dengan bodohnya lupa bawa celana ganti, harus bisa mengupayakan agar celana itu kering ketika gue pakai pulang. Sayangnya, bukannya tambah kering, gue malah makin kedinginan...dan ya...gue gak bawa jaket! cerdas!
See ya latter, dufan! 


Sekitar jam 5 sore, kami berdua keluar kawasan Dufan menuju halte ancol untuk naik trans jakarta. Rutenya, setelah naik di halte ancol, berhenti di halte Sentral Senen untuk pindah ke halte Senen. Berdasarkan hasil browsing, ada bus transjakarta yang langsung ke Bundaran Senayan dan ke halte Harmoni. Gue jujur berharap bisa dapat bust yg ke Bunsen, tapi karena sudah lelah menunggu, akhirnya kami naik ke arah Harmoni. Sebetulnya, untuk mempersingkat waktu, kita bisa naik bus ke arah harmoni dan turun di halte Gambir 1 dan lanjut berjalan kaki sampai halte Monas, itu kalau masih kuat jalan loh ya. Berhubung sudah lelah, yaa kami berdua pasrah sampai ke halte Harmoni untuk pindah ke koridor 1 tujuan akhir Blok M. You know what, celana gue baru benar-benar kering ketika menggu bus di halte Harmoni.

Kami berdua sampai ke Blok M pukul 7 malam dan sampai rumah masing-masing jam 9 malam. Total 5 jam kami perjalanan pulang. Untuk transportasi, kami hanya menghabiskan 7 ribu rupiah untuk transjakarta. Benar-benar jadi bocah petualang!

Kalau di tanya kapok apa gak jadi bolang ke dufan, gue akan jawab: NOPE! Bahkan gue mau lagi dan harus berangkat lebih pagi lagi biar banyak wahana!

Semoga masih ada kesempatan lagi setelah lebaran untuk main ke dufan. Sepertinya asik nih melepas penat setelah sidang penelitian etnografi di bulan Oktober nanti dengan main ke dufan, mumpung gratis hihihihi.

One of my favorite photo, taken on air!


Ini beberapa poin penting yang harus kamu perhatikan sebelum main ke dufan:

  1.  Pastikan waktu dan rute trans jakarta bagi kalian yang mau ikut nge-bolang kayak gue. Rute untuk berangkat (dari halte blok M): BLOK M - TURUN DI MONAS, PINDAH KORIDOR - NAIK TJ ARAH PULOGADUNG - TURUN DI SENEN - SENEN SENTRAL - ANCOL. Sedangkan untuk pulang (ke arah blok M): ANCOL - TURUN DI SENEN SENTRAL - SENEN, NAIK TJ ARAH HARMONI - TURUN DI HARMONI - BLOK M
  2. Jangan lupa cek harga tiket masuk di website dufan! Kalau jarang main ke dufan dan harga tiket satu hari lebih murah dari annual pass, mending beli tiket satu hari aja. Kalau kondisinya seperti gue, mending beli annual pass.
  3. Kalau memilih tiket annual pass, jangan lupa bawa ballpen atau pensil. Lebih baik urus pembuatan kartu saat jam makan siang (12.30), karena antriannya sudah lebih baik. 
  4. Untuk rides yang mulai jam 1 seperti Ice Age, lebih baik mulai antri dari jam 12 lewat supaya gak terlalu lama menunggu.
  5. Bawa pakaian ganti: baju+celana+pakaian dalam+handuk! dan bawa kantung plastik.
  6. Pastikan bawa tas yang waterproof  kalau mau main di wahana yang mengandung air (niagara dan arung jeram). 
  7. Jangan membawa jas hujan kalau tujuan pemakaiannya di wahana berair! Kalau gak mau basah, mendingan gak usah main wahana macam itu. 
  8. Dress properly! Kalau tujuan main ke dufan untuk benar-benar main, pakaian yang nyaman itu mempengaruhi kenikmatan bermain. 

Sunday, June 7, 2015

Not His Story: I am Feeling Twenty Two!

I always get excited to meet June, 6th every year just because I am very grateful to have another birthday and still breathing.

Sebenarnya masih belum bisa percaya kalau gue sudah berkepala dua sejak dua tahun yang lalu. Somehow, gue merasa kalau gue masih anak-anak dan belum sepantasnya jadi orang dewasa. Apalagi setiap berkunjung ke mall atau tempat-tempat nongkrong, gue merasa kurang bisa disebut dewasa ataupun tua setiap melihat segerombolan anak-anak SD atau SMP yang gaya dan dandanannya lebih hits dari gue. Gue-pun bertanya, ini gue yang salah karena gak sadar umur atau mereka yang gak sadar umur ya?

from my instagram, fkrnand


ANYWAY!

I spent my June 6th with my mom and dad dengan makan siang bersama. Secara keseluruhan, tanggal 6 Juni tahun ini terasa biasa-biasa saja, yang istimewa hanya fakta bahwa gue masih diberi kesempatan sama Allah untuk bisa bernafas dan menjadi individu yang lebih baik dalam berbagai hal. Di umur yang baru ini, gue-pun juga menyadari bahwa dalam waktu yang rasanya singkat, gue akan menghadapi tahun terakhir di perkuliahan, well setidaknya itu yang gue harapkan. Besar keinginan gue untuk bisa menyelesaikan skripsi di akhir usia 22 gue dan merasakan wisuda pada usia 23 tahun. Bagi sebagian, apa yang gue lakukan bisa saja disebut terlalu berambisi....tapi bagi gue pribadi, itu adalah sebuah konsekuensi dari keputusan gue di tahun 2012 untuk memulai lagi dari awal instead of melanjutkan apa yang sudah dijalani. Semoga saja, harapan tersebut bisa terwujud, Aamiin.

Memasuki usia baru ini, gue juga menyadari bahwa gue butuh banyak belajar. Bukan hanya sebatas belajar dalam rangka akademis saja, tetapi belajar tentang hidup atau setidaknya belajar mempersiapkan diri di realita....bukan lagi sebagai seorang pelajar tetapi sebagai wanita dewasa yang sedang berupaya membangun kariernya dan masa depannya. Berat? Semoga saja Allah selalu membantu gue dalam menjalaninya.

WHOAAA baru bertambah umur satu hari aja, gue sudah banyak berfikir hahahaha. Mungkin itu bagian dari pengaruh yang muncul ketika semua ujian akhir semester diberikan dalam bentuk makalah take home dengan batasan minimal ribuan kata....

weekly obsession!


Keinginan untuk bisa memilki salah satu varian dari macbook sebenarnya sudah jadi impian sejak SMA. Tapi faktor harga selalu jadi penghalang, mengingat gadget keluaran Apple-ini harganya terasa keterlaluan meskipun yaaa keren sih :p. Tapi, belakangan ini, dapet macbook sebagai kado ulang tahun selalu jadi do'a gue. Meskipun sebetulnya sih gak yakin ada yang mau ngasih. Kalau gue punya unlimited budget, gue akan menghadapi kebimbangan untuk memilih salah satu dari dua varian macbook tersebut: antara macbook air 13 inch dengan macbook pro (non-retina) 13 inch. Gue bahkan googling untuk melihat perbedaan diantara keduanya. Sebenarnya, bagi gue yang banyak ngetik dan suka buat poster atau edit foto, macbook air aja cukup. Tetapi, berdasarkan banyak review pengguna macbook, buat design ya lebih baik macbook pro. 

Berasa besok bakalan beli aja ya gue? hahaha. Berharap boleh dong ya? Semoga nanti saat gue sudah bisa menghasilkan uang sendiri, macbook bisa terjangkau oleh keuangan gue :") Aamiin.

Sunday, May 31, 2015

Not His Story: From The Heart of Japan


Ohayou!

Maafkan minimnya komitmen saya dalam membagi cerita di halaman blog ini. Percaya-lah, semakin mendekati UAS, semakin saya malas untuk menulis di sini...karena terlalu banyak makalah yang harus dibuat demi menyelesaikan kuliah 4 tahun! 

Gak terasa hari ini adalah hari terakhir di bulan Mei..yang artinya besok sudah masuk ke tengah tahun 2015 yang baik ini. Juni selalu jadi bulan favorite gue untuk beragam hal, salah satunya adalah liburan panjang. Meskipun tahun ini, liburan panjang akan diisi dengan mempersiapkan proposal untuk Pelatihan Etnografi ke Desa Aweh, Rangkas Bitung, Banten. Well, setidaknya ada kegiatan yang jelas di liburan nanti sambil menikmati puasa Ramadhan. Wew...sebentar lagi puasa...waktunya membayar puasa yang bolong tahun lalu!
Marvel Black Top by Uniqlo, Midi Skirt by Cotton On, Two Tone Slip-in Shoes by Zalora, Sling Bag by Buccheri

Wearin a skirt? Not a big deal!

Di akhir bulan ini, gue menghabiskan waktu di sebuah mall baru dengan konsep yang rasanya belum pernah ditemukan di Indonesia. Yap! I visited AEON MALL BSD CITY sejak grand opening-nya kemarin. Kalau diminta 3 kata untuk menggambarkan kunjungan gue: RAMAI, GEDE, dan JEPANG! Wajar kalau gue menyebut Jepang untuk menggambarkan mall baru ini, karena mall ini memang 'buatan' Jepang! AEON sendiri adalah retail dari Jepang yang sedang melebarkan sayapnya di berbagai negara, salah satunya adalah Indonesia. Mall ini super duper gede dan butuh kaki yang kuat buat jalan-jalan, terdiri dari 4 lantai yang dibedakan berdasarkan segmennya.

Di lantai GF, isinya itu ada AEON Supermarket, berbagai restoran yang tidak ramah dengan budget saya (alias mahal dan berkualitas tentunya), dan tempat makan ramah budget yang terletak persis di depan supermarketnya. Nah, favorite gue adalah tempat makan di depan supermarketnya. Why? Karena ada berbagai jenis makanan, mulai dari makanan Jepang sampai Timur Tengah dengan harga yang terjangkau! Tempat makan ini terdiri dari beberapa counter sesuai dengan jenis makanannya dan tiap counter ada kasirnya sendiri. Oh ya, makanan disini sepertinya memang ditujukan untuk take away dan menariknya, sendok, garpu, dan sumpit dikenakan charge sebesar Rp 500,00. Pasti ada yang kesel sih..masa iya peralatan makan aja harus bayar! Tapi menurut gue, hal ini bagus untuk meningkatkan kesadaran buat bawa perlengkapan makan sendiri dan wajar aja karena pada dasarnya makanan tersebut untuk dibawa pulang. Dua hari mengunjungi AEON Mall (iya tau, gue kelewat niat!), lokasi tempat makan di daerah tersebut selalu ramai pengunjung. Sayangnya, banyak pengunjung yang gak sadar akan kebersihan dan 'manja' karena berharap ada mas-mas yang bisa bersihin meja. Mungkin harus diberikan tulisan di setiap meja sebagai pengingat untuk lebih mandiri kali ya? (Just like in IKEA, meskipun masih ada aja yang males). Untuk tempat makan AEON ini, gue bisa memberikan nilai 3.5 out of 5. Oh ya! Di lantai ini, terdapat juga cafe-cafe seperti Starbucks (dengan interior yang simpel tapi keren!), ada juga Chatime, Beard Papa, dan Cold Stone. Selama dua hari berkunjung, berhubung mall ini rame banget, gue banyak menghabiskan waktu di Starbucks sambil nge-charge dan nugas. Sayangnya, koneksi wi-fi dan sinyal handphone kacau balau di Starbucks dan keseluruhan mall. Syedih...berasa masuk goa rame-rame :(

MURAH MERIAH!!! <3
TOO MUCH CUTENESS!! Pikachu in a line!
Starbucks on the afternoon, at AEON Mall BSD City

I love the wall!

Lantai selanjutnya adalah lantai 1. Kebetulan gue tidak terlalu banyak men-explore lantai ini karena isinya beauty and fashion. Nantinya, di lantai ini akan dibuka H&M dan Uniqlo, YEAY! Ada juga Giordano, dan beberapa toko pakaian lainnya.

Di lantai 2, ada AEON Department Store yang masih nyambung dengan Dept. Store yang ada di lantai 1. Tapi, bagian department store di lantai ini yang jadi favorite karena ketika gue masuk bagian depannya, langsung ada barang-barang Doraemon dan Pokemon! Gils!! Suka banget parah! Di bagian dalamnya lagi, ada tempat bermain untuk anak-anak yang di sampingnya di jual dessert dari MINI STOP! Di counter tersebut, dijual ice cream cone matcha yang murah meriah, Rp 8000 untuk ukuran reguler dan Rp 10.000 untuk ukuran large!. Dessert ini juga ada di lantai GF, tapi karena di lantai bawah itu tempatnya selalu rame dan rasanya gak worth it untuk ngantri lama banget demi beli es krim Rp 10.000, makannya gue sangat menyarankan dan lebih suka belinya di lantai 2. Oh ya, di lantai ini (di luar Department Store), ada toko-toko untuk anak-anak dan toko menjual pernak-pernik. Daiso jadi salah satu tujuan utama gue. Sebenarnya gue pernah dengan bahwa toko tersebut sudah dapat ditemukan di sejumlah mall di Jakarta, tapi rasanya kurang Jepang aja gitu kalau gak mengunjungi toko tersebut di Mall asli Jepang itu, hehehe. Menurut gue pribadi, barang-barang di Daiso mengingatkan gue pada toko serba Rp 5000.00 yang pernah tenar di Jakarta beberapa tahun yang lalu. Tapi karena barang-barang di Daiso itu asli dari Jepang, makannya cukup menarik untuk dikunjungi dan untuk berbelanja. Semua benda di toko ini dihargai Rp 25.000. Mulai dari kipas, stationary, sampai peralatan makan. Saran gue, kalau mau belanja di toko ini, ada baiknya membeli barang-barang yang memang gak ada di Indonesia, misalnya kipas plastik dengan design khas-Jepang atau lampion khas Jepang, atau stationary seperti kertas surat. 

Hey Mickey!
matcha!!

Untuk lantai 3 dan Mezanine, gue tidak men-explore terlalu banyak dan terlalu dalam. Temuan gue di lantai 3 adalah Amazon, Potatoo (temporary tattoo that i love!), food court yang bisa jadi alternatif kalau ingin makan yang tidak sepenuh di lantai GF, dan XXI. 

Secara keseluruhan, gue akan memberikan nilai 3 out of 5 untuk mall ini. Nilai tersebut gue berikan mengingat kondisi jaringan internet yang mengganggu selama dua hari kunjungan gue dan jarak yang jauh dari rumah. 

Oh ya, hampir kelupaan...

Jangan lupa untuk membuat membership card dari AEON Retail yang bisa digunakan untuk berbelanja di AEON Supermarket dan AEON Department Store. Kenapa? Karena setiap berbelanja, akan dapat poin dan bisa memperoleh banyak kemudahan di kemudian hari :)

Well, have fun on the latest mall in suburb!